Minggu, 21 Juni 2009

Langkah-langkah Menjadi Kaya

LANGKAH-LANGKAH DHARMA MENJADI KAYA

Setiap manusia pasti ingin menjadi kaya, dan banyak yang mewujudkannya dengan perbuatan yang tidak baik seperti mencuri, merampok, menjambret, dan lain-lain. Hal ini bertentangan dengan ajaran Buddha, Buddha mengajarkan kepada kita bahwa kita harus memiliki mata pencahariaan yang benar untuk menjadi kaya atau setidaknya memiliki keadaan ekonomi yang baik. Disini ada beberapa langkah untuk menjadi seseorang yang benar-benar kaya, kaya disini bukan hanya dalam bentuk materi melainkan dalam bentuk moral atau perbuatan sehari-hari. Langkah-langkah tersebut adalah :

1. Puja Bhakti

Banyak orang yang berpendapat bahwa puja bhakti adalah perbiatan yang tahayul, sia-sia, membuang waktu, sudah ketinggalan zaman, dan lain-lain. Pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang tidak benar, apabila kita melaksanakan puja bhakti dengan tekun dan rajin, maka kita melatih hal yang sangat utama yang akan menjadi landasan untuk menjadi kaya yaitu Disiplin diri, dengan puja bhakti yang dilakukan secara rutin dan teratur maka secara otomatis kita melatih berbagai disiplin diri. Hal ini tentu sangat bermanfaat dalam dunia pekerjaan yang penuh dengan kedisiplinan.

2. Membaca Mantra dan Sutra

Apabila kita sudah berusaha semaksimal mungkin dalam pekerjaan, akan tetapi hasil yang kita dapat tidak sesuai dengan apa yang telah kita kerjakan. Hal ini dikarenakan ada efek negatif dari karma lampau kita, untuk mengurangi karma buruk masa lampau yang menghalangi jalan keberhasilan kita maka satu-satunya cara untuk menguranginya adalah dengan tekad yang mantap, sikap bertobat dan segera membaca sutra dan mantra dalam jumlah yang banyak secara teratur, disiplin, dan penuh ketulusan dan hormat.

3. Rajin dan Bersemangat

Untuk sukses, 2 perkataan ini yaitu rajin dan bersemangat sangat penting dan harus ada. Baik di dalam bidang spiritual maupun karir/bisnis.

Langkah yang selanjutnya merupakan inti sari dari ajaran Buddha yaitu :

4. Berbuatlah Kebajikan

Apabila ingin berhasil, sukses, kaya, maka kita harus menanam benih-benih kebajikan terlebih dahulu sebanyak-banyaknya, harus bekerja dan hasilnya akan baik dan sesuai dengan keinginan kita.

5. Kurangilah Kejahatan

Selain berbuat kebajikan, kita juga harus mengurangi perbuatan-perbuatan yang buruk sehingga kita tidak mendapatkan hasil yang buruk juga.

6. Sucikan Pikiran

Pikiran merupakan pelopor, karenanya pikiran yang baik dan murni akan membawa pada ucapan dan perbuatan yang baik juga.

7. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penting untuk menjaga agar kesuksesan kita dapat berkembang dan bertahan. Sebenarnya banyak orang yang berpotensi kaya materi dan spiritual, namun karena pengaruh faktor lingkungan, maka potensi diri menjadi sia-sia, tidak optimal, dan bahkan cenderung merugikan. Untuk itu kita harus bergaul dengan orang-orang yang tidak mengarahkan kita kepada hal-hal yang tidak baik, kita bergaul dengan orang-orang yang bisa membawa kita kepada kemajuan dalam diri kita.

Inilah beberapa hal yang jika dilakukan dengan baik maka akan menjadi orang yang benar-benar kaya baik materi maupun moral, semoga dengan pesan ini makin banyak orang yang menjadi kaya baik luar maupun dalam.

Demikianlah yang bisa saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat untuk kita semua.

Sarva Satta Bhavantu Sukhitata

Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia

Svaha…… Svaha…….. Svaha………

Selasa, 16 Juni 2009

Ajaran Buddha Dan Politik

AJARAN BUDDHA DAN POLITIK

Sang Buddha yang berasal dari kasta Ksatria dan secara alami dibawa dalam pergaulan para Raja, pangeran, dan menteri. Waulapun asal dan pergaulan demikian, Beliau tidak pernah menempuh jalan dengan pengaruh kekutan politik untuk memperkenalkan ajaranya, atau mengijinkan ajaranya disalah gunakan demi memperoleh kekuatan politik. Tetapi dewasa ini banyak politikus mencoba menarik nama Buddha kedalam politik dengan memperkenalkan beliau sebagai seorang komunis, kapitalis, imperialis. Mereka telah lupa bahwa filosofi politik baru seperti yang kita ketahui, sebenarnya berkembang di barat lama sesudah masa Sang Buddha. Mereka yang mencoba untuk menggunakan nama baik Sang Buddha demi keuntungan pribadi mereka sendiri harus ingat bahwa Sang Buddha adalah yang telah mencapai penerangan sempurna, yang telah meninggalkan urusan duniawi.

Ada permasalahan yang mendasar dengan mencoba untuk mencampur-adukan agama dengan politik. Dasar agama adalah moralitas, kesucian, keyakinan, dan kebijaksanaan, sementara dasar politik adalah kekuasaan. Sepanjang sejarah agama sering di manfaatkan untuk memberi kewenangan kepada pihak penguasa.

Ketika agama di jadikan kaki tangan tindakan politik, agama harus lebih dahulu menanggalkan gagasan luhurnya dan merendahkan nilainya dengan tuntutan politik duniawi. Dalam situasi inilah agama digunakan untuk membenarkan perang dan penjajahan, kekerasan, pemberontakan, penghancuran hasil karya seni dan budaya.

Dhamma tidak diarahkan kepada penciptaan lembaga politik baru dan menetapkan tata cara politik. Pada dasarnya ajaran Buddha berupaya mendekati masalah-masalah dalam masyarakat dengan mengubah individu dalam masyarakat dan dengan menganjurkan beberapa prinsip umum untuk menuntun masyarakat untuk menuju perikemanusiaan yang lebih baik, peningkatan kesejahteraan anggota masyarakat, dan pemerataan sumber daya yang adil.

Ada batas tertentu dimana sistem politik dapat menjamin kebahagiaan dan kemakmuran rakyat. Tidak ada system politik, betapa pun tampak idealnya, yang dapat menghasilkan kedamaian dan kebahagiaan selama rakyat dalam sistem itu didominasi oleh keserakahan kebencian, dan kegelapan batin. Sebagai tambahan, tidak peduli sistem politik apa yang dipakai, ada faktor universal tertentu yang yang harus dialami oleh anggota masyarakat: efek karma baik dan buruk, kurangnya kepuasan sejati atau kebahagiaan abadi di dunia yang ditandai oleh dukkha (ketidakpuasan), annica (ketidak-kekalan), dan, anatta (tanpa inti).

Pendekatan umat Buddha terhadap kekuasaan politik adalah moralitas dan penggunaan kekuasaan rakyat secara bertanggung jawab. Sang Buddha tidak hanya mengajarkan tanpa kekerasan dan kedamaian, Ia mungkin guru pertama dan satu-satunya yang pergi ke medan perang sendiri untuk mencegah pecahnya perang.

Sang Buddha mendiskusikan pentingnya dan prasarat pemerintahan yang baik. Beliau menunjukan bagaimana negara menjadi korup, memburuk, dan tidak bahagia jika kepala pemerintahan korup dan tidak adil. Beliau berbicara tentang korupsi dan bagaimana pemerintah harus bertindak berdasarkan pada prinsip kemanusiaan.

Sang Buddha pernah berkata: “Jika penguasa suatu negara adil dan baik, para menteri menjadi adil dan baik; jika para menteri adil dan baik, para pejabat tinggi menjadi adil dan baik, para bawahan menjadi adil dan baik; jika para bawahan adil dan baik, rakyat menjadi adil dan baik.”(Angutara Nikaya).

Dalam Cakkavatti Sihanada Sutta, Sang Buddha berkata bahwa pelanggaran susila dan kejahatan, seperti pencurian, penipuan, kekerasan, kebencian, kekejaman, dapat muncul dari kemelaratan. Para raja dan pemerintah mungkin mencoba untuk menekan kejahatan melalui hukuman, tapi memberantas kejahatan dengan kekerasan adalah sis-sia.

Dalam Kehidupan bermasyarakat dan bernegara para umat awam boleh saja masuk dalam dunia politik dan tentunya harus sesuai dan berpedoman dengan ajaran-ajaran dari Sang Buddha. Lain halnya bagi kehidupan para Bhikkhu yang menjalankan Sila dan Vinaya mereka tidak diperbolehkan atau tidak dianjurkan untuk terjun dalam dunia politik. Sila dan Vinaya adalah kode disiplin pelatihan diri yang ditetapkan oleh Sang Buddha untuk dijalani oleh para bhikkhu dan bhikkhuni. Vinaya memainkan peran utama untuk menjaga kemurnian jalan hidup religius mereka.

Menurut Sang Buddha, manfaat terbaik Vinaya adalah untuk mendisiplinkan pikiran, perkataan, dan perbuatan melalui pandangan dan pemahaman. Murid-murid pertama Sang Buddha sangat maju secara spiritual dan hampir tidak memerlukan serangkaian aturan untuk diberlakukan bagi mereka. Namun dengan bertambahnya jumlah anggota Sangha, hal ini menarik banyak orang, sebagian dari mereka tidak begitu tinggi perkembangan spiritualnya. Munculah beberapa masalah sehubungan dengan perbuatan dan cara hidup mereka seperti ambil bagian dari aktivitas awam untuk penghidupan mereka dan tergiur akan kesenangan inderawi.

Sehubungan dengan situasi ini, Sang Buddha harus memberlakukan panduan bagi para bhikkhu dan bhikkhuni untuk diikuti sehingga mereka dapat membedakan kehidupan pertapaan dan kehidupan orang awam. Pesamuan suci bhikkhu dan bhikkhuni ini sangat terorganisir dengan baik dibandingkan komunitas petapaan lain pada masa itu.

Kehidupan para bhikkhu sangatlah berbeda dengan kehidupan para umat awam, seorang umat awam boleh melakukan aktifitas apapun selama mereka tidak melanggar norma-norma agama dan aturan hukum yang berlaku. Berbeda dengan kehidupan para bhikkhu yang telah bertekad untuk meninggalkan kehidupan keduniawian, dan mereka terikat pada Vinaya, sehingga mereka tidak diperbolehkan untuk terjun dalam dunia politik. Salah satu isi dari Vinaya yang berkaitan dengan aturan bahwa para bhikkhu tidak diperkenankan untuk berpolitik terdapat dalam peraturan PACITTIYA kelompok ke lima mengenai ACELAKAVAGGA diantaranya :

  1. Jika seorang Bhikkhu melihat sepasukan tentara yang berbaris menyiapkan diri untuk berperang, kecuali bila ada alasan yang kuat, maka ia melakukan Pacittiya
  2. Seandainya ada alasan kuat yang mendesaknya untuk pergi tinggal bersama tentara, ia di perbolehkan tinggal selama tigaa hari, lebih dari itu ia melakukan Pacittiya
  3. Selagi tinggal bersama dengan tentara bila ia pergi melihat pertempuran, melihat mereka berlatih, melihat mereka untuk berperang atau melihat tentara berbaris dan bersiap-siap untuk berperang, maka ia melakukan Pacittiya.

Dengan adanya Vinaya tersebut terbukti bahwa seorang bhikkhu tidak boleh berpolitik. Vinaya tersebut menjelaskan bahwa seorang bhikkhu tidak diperbolehkan bergabung dengan para tentara yang akan berperang. Secara logika para tentara tersebut berperang karena urusan politik, dan tujuan dari politik adalah untuk saling menjatuhkan dan untuk saling berkuasa dan memperebutkan kedudukan. Sementara tujuan dari melaksanakan kehidupan kebhikkhuan adalah untuk spiritual, moralitas, kesucian, keyakinan, alasan inilah yang menjadikan dasar untuk para bhikkhu untuk tidak ikut berperan dalam dunia politik.

Anak Yang Berumur Panjang

ANAK YANG BERUMUR PANJANG.

Kisah Pemuda Dighayu ini disampaikan oleh Sang Guru ketika Beliau berdiam di Arannakutika dekat Dighalambika. Kisah ini tentang dua orang Brahmana yang tinggal di Kota Dighalambika. Mereka mengundurkan diri dari keduniawian, menjadi anggota dari suatu kelompok pertapaan. Selama 48 tahun mereka menjalani kehidupan keagamaan yang sangat disiplin. Suatu ketika, salah seorang dari kedua pertapa itu berpikir :

"Kalau saya terus menjadi pertapa, garis keturunan saya akan berakhir, oleh karena itu saya akan kembali menjalani kehidupan duniawi."

Dengan demikian dia menjual milik yang diperoleh dari pertapaannya. Dengan seratus ekor sapi dan seratus keping uang, dia mendapatkan seorang isteri dan membina sebuah rumah tangga.

Setelah beberapa waktu berlalu, isterinya melahirkan seorang anak laki-laki. Pertapa lainnya, teman sang brahmana, setelah mengunjungi suatu tempat, kembali lagi ke kota itu. Mendengar kabar kedatangan temannya, sang brahmana membawa anak dan isterinya menemui sang pertapa. Ketika bertemu, sang brahmana menyerahkan anaknya kepada isterinya, dan melakukan penghormatan kepada sang pertapa. Dan kemudian isterinya juga melakukan penghormatan kepada sang pertapa.

"Panjang umur!" kata sang pertapa kepada mereka berdua.

Namun ketika mereka membantu anaknya melakukan penghormatan kepada sang pertapa, beliau terdiam. Sang brahmana bertanya :

"Yang Mulia, mengapa ketika kami berdua melakukan penghormatan kepada Anda, Anda berkata : "Panjang umur !", tetapi ketika anak kami melakukan penghormatan kepada Anda, Anda tidak mengatakan sepatah katapun."

"Yang Mulia, berapa lama lagikah dia akan hidup ?"

"Tujuh hari lagi, brahmana."

"Apakah ada cara untuk mengubah hal ini, Yang Mulia ?"

"Saya tidak tahu cara mengubahnya."

"Siapakah yang bisa mengetahuinya ?"

"Sang Buddha Gautama, pergi dan bertanyalah kepada Beliau."

"Saya takut menemui Beliau, karena saya telah meninggalkan kehidupan pertapaan saya."

"Bila engkau mencintai putramu, janganlah memikirkan bahwa engkau telah meninggalkan kehidupan pertapaan, pergi dan bertanyalah kepada Beliau."

Sang Brahmana pergi menemui Sang Buddha dan langsung melakukan penghormatan dengan bernamaskara kepada Beliau.

"Panjang umur !" kata Sang Guru Agung.

Ketika isteri brahmana melakukan penghormatan kepada Sang Guru, Beliau berkata hal yang sama. Namun ketika mereka membantu anak mereka untuk melakukan penghormatan kepada Beliau, Beliau hanya diam saja. Kemudian sang brahmana menanyakan pertanyaan yang sama kepada Sang Buddha, dan Beliau mengatakan hal sama. Sang brahmana belum mempunyai pengetahuan yang cukup, dengan menggabungkan dan kebijaksanaan yang dimilikinya, dia tidak dapat menemukan jalan untuk mengubah nasib anaknya. Sang brahmana bertanya kepada Sang Guru :

"Yang Mulia, apakah tidak ada jalan untuk mengubah hal ini?"

"Mungkin ada, brahmana."

"Jalan apakah itu, Yang Mulia ?"

"Bangunlah sebuah paviliun di depan rumahmu, dan letakkan sebuah tempat duduk di tengah-tengahnya, letakkan delapan atau enam belas tempat duduk melingkari tempat duduk itu, mintalah para MuridKu untuk duduk di tempat tersebut dan membacakan Paritta selama tujuh hari berturut-turut untuk membuat perlindungan dan mengalihkan hal-hal yang buruk. Dengan cara ini, bahaya yang mengancam anak ini dapat dialihkan."

"Yang Mulia, hal yang mudah bagi saya untuk membangun sebuah paviliun dan menyediakan segala sesuatunya. Namun bagaimanakah caranya saya dapat meminta bantuan murid-murid Yang Mulia ?"

"Bila engkau melakukan semua hal ini, Saya akan mengirimkan Murid-muridKu."

"Baiklah, Yang Mulia."

Sang brahmana lalu menyelesaikan semua persiapan di depan rumahnya dan menemui Sang Guru. Sang Guru mengirim murid-murid Beliau. Mereka pergi ke sana dan duduk, anak kecil itu pun didudukkan di tempat duduk di tengah lingkaran. Selama tujuh hari dan tujuh malam tanpa henti, para Bhikkhu membacakan Paritta, dan pada hari ke tujuh, Sang Buddha sendiri datang. Ketika Sang Guru datang, semua mahluk halus dari semua alam berkumpul. Raksasa pemakan manusia yang bernama Avaruddhaka, yang telah melayani Vessavana selama dua belas tahun, mendapatkan hadiah :

'Setelah tujuh hari, engkau akan menerima anak laki-laki itu.'

Raksasa Avarudddhaka mendekat dan menunggu. Ketika Sang Buddha tiba di tempat itu, mahluk halus yang mempunyai kesaktian tinggi, berkumpul dalam satu kelompok, dan mahluk halus yang lemah mundur ke belakang sejauh 12 league (league=4,8 kilometer) untuk memberi tempat, Avaruddhaka juga mundur jauh ke belakang.

Sang Buddha membacakan paritta perlindungan sepanjang malam, dan setelah tujuh hari berlalu, Avaruddhaka tidak dapat lagi mengambil anak itu. Demikianlah, di waktu subuh pada hari ke delapan, mereka membawa anak itu memberikan penghormatan kepada Sang Guru. Sang Guru berkata :

"Panjang umur !"

"Yang Mulia, berapa lamakah anak ini akan hidup ?"

"Seratus dua puluh tahun, brahmana."

Lalu mereka menamai anak itu Anak yang Usianya Bertambah, Ayuvaddhana. Setelah dewasa, dia mempunyai lima ratus orang murid.

Suatu hari, para bhikkhu berdiskusi di Dhammasala tentang Ayuvaddhana:

"Coba pikirkanlah saudara, Ayuvaddhana seharusnya meninggal dalam tujuh hari, namun sekarang dia dapat hidup hingga usia seratus dua puluh tahun. Lihatlah, dia akan dikelilingi oleh lima ratus orang muridnya, tentunya ada cara untuk menambah usia mahluk hidup di dunia ini."

Sang Guru mendekati dan bertanya kepada mereka :

"Para bhikkhu, apakah yang sedang kalian diskusikan ?"

Ketika mereka memberitahukan apa yang mereka diskusikan, Sang Buddha bersabda :

"Tidak hanya dapat menambah usia. Di dunia ini, mahluk hidup yang menghormati dan memberikan penghormatan kepada orang yang telah mencapai kesucian, akan mendapatkan empat keuntungan yaitu bertambah usia, kecantikan, kebahagiaan dan kekuatan, terlepas dari bahaya, dan akan memperoleh keamanan hingga akhir hidupnya."

Sang Buddha kemudian mengucapkan syair :

"Bila seseorang memiliki kebiasaan melakukan puja,
Selalu menghormati yang lebih tua, maka
Empat hal akan bertambah untuknya,
Yaitu : usia, kecantikan, kebahagiaan dan kekuatan.

Senin, 15 Juni 2009

Devaputtasamyutta

SAMYUTTA NIKAYA

DEVAPUTTASAMYUTTA

Khotbah-Khotbah Yang Berhubungan Dengan Dewa-Dewa Muda

Devaputta secara harafiah berarti “putra para dewa”, tetapi karena para dewa digambarkan muncul ditempat kediaman surgawi melalui kelahiran langsung, maka diterjemahkan dalam bentuk majemuk itu sebagai “dewa muda”. Khotbah ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu :

I. SURIYA

II. ANATHAPINDIKA

III. BERBAGAI PENGIKUT SEKTE

A. SURIYA

Didalam bagian ini Sang Buddha memberikan khotbah kepada dewa-dewa muda diantaranya: Kassapa, Magha, Magadha, Damali, Kamada, Pancalacanda, Tayana, Candima, dan Suriya.

1. Kassapa

Khotbah ini diberikan ketika Sang Buddha sedang berdiam di Savatthi, Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Setelah mendekat dewa muda Kassapa memberi hormat kepada Yang Terberkahi, berdiri disatu sisi, dan berkata kepada Yang Terberkahi:

“Yang Terberkahi telah menunjukkan bhikkhu tetapi bukan petunjuk untuk bhikkhu”

Sang Buddha menjawab “Kalau demikian, Kassapa jernihkanlah hal ini olehmu sendiri.”

“Dia seharusnya berlatih dalam nasihat yang diucapkan dengan baik, dan dalam latihan petapa, di tempat duduk kesendirian, sendiri, dan di dalam penenangan pikiran.”

Dengan berdiri disatu sisi, dewa muda Kassapa mengucapkan syair ini di hadapan Yang Terberkahi:

“Seorang bhikkhu seharusnya menjadi meditator,

Manusia yang terbebas dari pikiran,

Jika dia menginginkan pencapaian-hati,

Contoh ke situ sebagai keuntungannya.

Setelah mengetahui muncul dan lenyapnya dunia,

Biarlah pikirannya menjadi tidak tinggi dan tidak-melekat.”

Demikianlah yang dikatakan oleh dewa muda Kassapa, Sang Buddha menyetujuinya. Kemudian dewa muda Kassapa, dengan berpikir “Sang Guru telah setuju denganku”, memberi hormat kepada Yang Terberkahi dan dengan tetap menjaga agar beliau berada di sisi kanan, dia lenyap di sana seketika itu juga.

2. Magha

Dewa muda Magha setelah mendekat, dia memberi hormat kepada Yang Terberkahi, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Yang Terberkahi dengan syair:

“Setelah membunuh apa orang tidur dengan nyenyak?

Setelah membunuh apa orang tidak bersedih hati?

Apakah satu hal, O Gotama,

Yang pembunuhannya engkau setujui?”

Sang Buddha menjawab :

“Setelah membunuh kemarahan, orang tidur dengan nyenyak;

Setelah membunuh kemarahan, orang tidak bersedih hati;

Pembunuhan kemarahan, O Vatrabhu,

Dengan akarnya yang beracun dan ujungnya yang bermadu;

Inilah pembunuhan yang dipuji oleh para mulia,

Karena setelah membunuhnya, manusia tidak bersedih hati.”

3. Magadha

Dewa muda Magadha berkata kepada yang terbekahi dengan syair:

“Berapa banyak sumber cahaya ada di dunia yang membuat dunia menjadi terang?

Kami datang untuk menanyakan hal ini kepada Yang Terberkahi:

Bagaimana kami harus memahaminya?”

Sang Buddha menjawab :

Ada empat sumber cahaya di dunia;

Yang kelima tidak ditemukan disini.

Matahari bersinar pada siang hari,

Rembulan bercahaya di malam hari,

Dan api menyala di sana-sini baik siang maupun malam.

Tetapi Sang Buddha adalah yang terbaik dari yang bersinar;

Beliau adalah cahaya yang tak tertandingi.

B. ANATHAPINDIKA

Didalam bagian ini Sang Buddha memberikan khotbah kepada beberapa dewa muda diantaranya: Candimasa, Venhu, Dighalatthi, Nandana, Candana, Vasudatta, Subrahma, Kakudha, Uttara, dan Anathapindika.

1. Nandana

Deangan berdiri di satu sisi, dewa muda Nandana menyapa Yang Terberkahi dengan syair:

“Saya bertanya kepadamu, Gotama, yang luas kebijaksanaannya, tak terhalangi pengetahuan dan visi Yang Terberkahi:

Seperti apa dia yang mereka sebut luhur?

Seperti apa dia yang mereka sebut bijaksana?

Seperti apa dia yang telah melampaui penderitaan?

Seperti apa dia yang dipuja oleh para devata?”

Sang Buddha menjawab dengan syair:

“Orang yang luhur, yang bijaksana, yang pikirannya telah berkembang, terkonsentrasi, penuh perhatian, menikmati jhana.

Baginya semua kesedihan telah hilang, telah ditinggalkan, penghancur noda yang menanggung tubuh terakhirnya.

Orang seperti itulah yang mereka sebut luhur,

Orang seperti itulah yang mereka sebut bijaksana,

Orang seperti itulah yang telah melampaui penderitaan,

Orang seperti itulah yang dipuja oleh para Devata.”

2. Candana

Dengan berdiri di satu sisi, dewa muda Candana menyapa Yang Terberkahi dengan syair:

“Siapa disini yang menyeberangi banjir, yang tidak letih siang dan malam?

Siapa yang tidak tenggelam di kedalaman, tanpa penyangga, tanpa pegangan?”

Sang Buddha menjawab :

“Orang yang selalu sempurna dalam keluhuran, yang memiliki kebijaksanaan, terkonsentrasi dengan baik, orang yang bersemangat dan kokoh, menyebrangi banjir yang sulit diseberangi.”

“Orang yang berhenti dari persepsi indera, yang telah mengatasi belenggu bentuk, yang telah menghancurkan sukacita dalam dumadi, dia tidak tenggelam di kedalaman.”

C. BERBAGAI PENGIKUT SEKTE

Di bagian ini Sang Buddha memberikan khotbahnya kepada dewa-dewa muda diantaranya : Siva, Khema, Seri, Ghatikara, Jantu, Rohitassa, Nanda, Nandivisala, Susima, dan Berbagai Pengikut Sekte.

1. Siva

Kepada dewa muda Siva Sang Buddha menjelaskan bahwa :

“Orang seharusnya bergaul hanya dengan yang baik, dengan yang baik orang seharusnya membangun kedekatan .

Setelah mempelajari Dhamma sejati tentang yang baik, orang terbebas dari semua penderitaan.”

2. Nandivisala

Dengan berdiri di satu sisi, dewa muda Nandivisala mengucapkan syair di hadapan Yang Terberkahi:

“Memiliki empat roda dan sembilan pintu,

Terisi penuh dan terikat dengan keserakahan,

Terlahir dari tanah berlumpur, O pahlawan besar!

Bagaimana makhluk lolos darinya?”

Sang Buddha menjawab dengan syair:

“Setelah memotong tali dan pengikat,

Setelah memotong keinginan jahat dan keserakahan,

Setelah menarik keluar nafsu keinginan dengan akarnya,

Demikianlah dia lolos darinya.

Inilah beberapa khotbah-khotbah Sang Buddha yang terdapat dalam Samyutta Nikaya bagian Devaputtasamyutta mengenai penjelasan Dhamma kepada dewa-dewa muda